cover
Contact Name
Vivi Ariyanti
Contact Email
viviariyanti@uinsaizu.ac.id
Phone
+6285727422004
Journal Mail Official
yinyang@uinsaizu.ac.id
Editorial Address
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto Jl. Jend. A. Yani No. 40A Purwokerto 53126 Jawa Tengah - Indonesia
Location
Kab. banyumas,
Jawa tengah
INDONESIA
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak
ISSN : 19072791     EISSN : 25485385     DOI : https://doi.org/10.24090/yinyang
Core Subject : Religion, Social,
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak is published by Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Islamic State University (UIN) Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. This journal is published twice a year every June and December. We accept articles with the theme of education and gender, religion and gender, Islam and feminism, domestic violence and children, and children rights
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 10 No 1 (2015)" : 8 Documents clear
KONSEP IDDAH DAN IHDAD BAGI WANITA KARIER YANG DITINGGAL MATI SUAMINYA (TINJAUAN MA’ANIL HADIS) Waliko Waliko
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (900.267 KB)

Abstract

Abstrak: Diskursus perempuan dikaitkan dengan wacana keagamaan menarik untuk dikaji mengingat adanya asumsi bahwa pemahaman agama -dalam hal ini teks-teks hadis- dianggap telah menjadi pemicu berbagai ketidakadilan terhadap perempuan. Oleh karenanya mengkaji bagaimana Nabi memosisikan perempuan dalam hadis-hadis adalah sangat penting, mengingat hadis sebagai sumber rujukan kedua dalam memahami ajaran Islam. Di antara tuntunan Nabi yang membutuhkan keseriusan guna menemukan esensi pemaknaannya adalah hadis tentang berkabungnya isteri yang ditinggal mati oleh suaminya. Dengan pendekatan historis, sosiologis, dan psikologis, artikel ini menyajikan bahasan tentang cara Nabi memosisikan perempuan lewat rekaman hadis tentang berkabungnya seorang isteri. Dalam hal ini, ada dua hal yang harus dijalankan seorang muslimah ketika ditinggal mati suaminya yaitu ber-iddah dan ber-ihdad yang batasannya adalah empat bulan sepuluh hari bagi yang tidak hamil dan setelah melahirkan bagi yang mengandung. Ada kebebasan menjalankan aktivitas bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya meskipun mendapatkan wasiat dari suami untuk menjalankan masa iddah di rumah suami dengan selalu mempertimbangkan nilai-nilai yang dianut masyarakat dimana ia berada. Abstract: It is always interesting to discuss about the discourse of women if it is associated with religious discourse considering that the understanding of religion -in this case the texts of hadist- is considered to have triggered the injustices against women. Therefore examining how the Prophet places women in the traditions is very important, considering the tradition as a source of reference both in understanding the teachings of Islam. Among the Prophet’s guidance of which required serious thought in order to find the essence of the meaning is the hadits about of the mourning wives after her husband died. With the historical, sociological, and psychological approach, this article presents a discussion on how Prophet places women through hadith about a mourning wife. In this case, there are two things that must be executed when a Muslim woman left by her dead husband, those are iddah and ihdad that the limit is four months and ten days for those who are not pregnant and after giving birth for the pregnant. There is freedom to perform activities for women who is left by her dead husband despite getting a will of her husband to live at husband’s home and always consider the values ​​adopted by the community in which she lives. Kata Kunci: Hadis, Kritik Hadis, ‘Iddah, dan Ihdad.
ETOS KERJA ISLAMI KAUM IBU SEBAGAI PENDIDIK KELOMPOK BERMAIN (KB) Novan Ardy Wiyani
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (595.112 KB)

Abstract

Abstrak: Tulisan ini ditujukan untuk mengkaji etos kerja Islami kaum ibu sebagai pendidik KB. Sebagian besar pendidik KB yang didirikan oleh organisasi kemasyarakatan dan organisasi keagamaan berasal dari kaum ibu. Etos kerja yang ditampilkan oleh kaum ibu sebagai pendidik KB sangat sesuai dengan ajaran Islam. Setidaknya ada enam perilaku sebagai wujud dari aktualisasi etos kerja Islami pendidik KB. Pertama, rela berkorban dalam bekerja. Kedua, suka bekerjasama dalam bekerja. Ketiga, ceria dalam bekerja. Keempat, ulet dan sabar dalam bekerja. Kelima,optimis dalam bekerja. Keenam, tawakkal dalam bekerja. This paper seeks to examine the Islamic work ethic of mothers as educators KB. Most of the population KB founded by community organizations and religious organizations comes from the mother.Work ethic displayed by the mother as educator KB is in accordance with the teachings of Islam. At least six of behavior as a form of actualization of Islamic work ethic educators KB. First, self-sacrificing work. Secondly, like making cooperating working. Third, cheerful in working. Fourth, tenacious and patient in working. Fifth, optimistic in working. Sixth, trust in the work. Kata Kunci: Etos Kerja, Islam, dan Pendidik KB.
PEREMPUAN DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM Siti Muna Hayati
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (614.003 KB)

Abstract

Abstrak. Tulisan ini akan menjawab pertanyaan: Apakah perempuan adalah kelompok kelas kedua dalam Islam? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah bahwa dalam kenyataannya Islam pada awal kemunculannya telah mengangkat status perempuan dengan melarang pembunuhan bayi perempuan, menghapus status perempuan sebagai harta benda, menetapkan kecakapan hukumnya, memberikan hak untuk menerima mahar, merubah perkawinan dari hubungan hak milik menjadi sebuah hubungan perjanjian, dan membolehkan perempuan menguasai harta benda miliknya serta menggunakan nama gadisnya setelah menikah. Al-Quran juga memberikan hak kepada perempuan untuk mengelola kekayaannya sendiri serta mengatur kebebasan hak suami dalam menceraikan isterinya. Abstract: This paper answers the question: Are women second-class citizens in Islam? The answer for the question is that the revelation of Islam raised the status of women by prohibiting female infanticide, abolishing women’s status as property, establishing women’s legal capacity, granting women the right to receive their own dowry, changing marriage from a proprietary to a contractual relationship, and allowing women to retain control over their property and to use their maiden name after marriage. Al Quran also grants women financial maintenance from their husbands and controlled the husband’s free ability to divorce her wife. Kata Kunci: Isu-isu Perempuan, Gender, Kesetaraan, dan Ajaran Islam.
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH PEREMPUAN DI SEKOLAH DASAR Johar Alimuddin
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312 KB)

Abstract

Abstrak: Tulisan ini membahas tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah perempuan di Sekolah Dasar. Jumlah guru Sekolah Dasar perempuan yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah guru laki-laki, berakibat jabatan kepala Sekolah Dasar banyak dijabat oleh perempuan. Kepemimpinan perempuan dan laki-laki secara umum tidak berbeda, namun ada gaya kepemimpinan yang khas dimiliki oleh pemimpin perempuan. Gaya kepemimpinan kepala Sekolah Dasar perempuan yaitu bersifat kepengasuhan/keibuan, demokratis, dan berorientasi pada hubungan. Gaya tersebut tidak berpengaruh secara signifkan terhadap hasil atau kinerja kepemimpinan sebab hasil atau keinerja kepemimpinan lebih ditentukan oleh kepribadian pemimpin tersebut. Abstract: This paper discusses the principal leadership style of women in primary school. The number of female elementary school teachers is higher than the number of male teachers, resulting in many primary schools the principal are held by women.In general, theres is no different about the leadership of women and men, but there is a distinctive leadership style possessed by women leaders. The women primary school principal leadership style are caring / mothering, democratic, and relationship-oriented .The style does not influence significantly to the results or performance of the leadership because the results or performance is determined more by the personality of the leader . Keywords : Leadership Style , Principal , Women Kata Kunci: Gaya Kepemimpinan, Kepala Sekolah, Perempuan
EKSISTENSI WANITA JAWA DALAM PERGULATAN GENDER DAN BUDAYA Faiz Adittian
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Wanita dalam bahasa Jawa ‘wanito’ adalah sebuah kata yang berarti ‘wani ditoto’. Arti semacam ini mencerminkan bahwa seorang wanita adalah sosok yang mau diatur dan mau dipimpin oleh laki-laki. Di samping itu, ada istilah lain yang juga menggambarkan peran seorang wanita dalam masyarakat Jawa, yaitu ‘konco wingking’. Istilah ini lagi-lagi mencerminkan peran seorang perempuan adalah sebagai pihak nomer dua setelah laki-laki. Lalu bagaimankah pergulatan wanita Jawa dalam memperjuangkan kesetaraannya dengan laki-laki? Inilah yang menjadi objek bahasan artikel ini. Melalui kajian terhadap filosofi di balik symbol-simbol budaya Jawa, ditemukan bahwa justru wanita Jawa adalah sosok yang mengatur atau memimpin laki-laki. Misalnya, ‘konco wingking’ adalah wanita berperan sebagai pihak yang mamangku laki-laki, sebagaimana dalam aksara Jawa sebuah aksara akan mati kalau dipangku, dengan demikian laki-laki memang seakan berposisi sebagai pihak yang di depan, tetapi hakikatnya ia adalah orang yang atur/dimanag oleh pihak yang berada di belakangnya, yaitu wanita. Abstract: The word women in the Java language is 'Wanito' that means 'wani ditoto' (dare to be arranged / ordered). The meaning reflects that a woman is a figure that would be regulated and willing to be led by man. In addition, there are other terms that also describe the role of a woman in the Java community, namely 'konco wingking' (mate in the back). This term, again reflecting the role of a woman is as the number two after men. Then how Javanese women struggle in the fight for equality with men? This is the object of discussion of this article. Through the study of the philosophy behind the symbols of Javanese culture, it was found that it is a Javanese woman figure who set or lead the male. For example, 'konco wingking' is the female role to hold men, as in Javanese letters, a character will die if it is hold, thus the man is in front position, but the fact he is the one who is set / managed by woman. Kata Kunci: Wanita Jawa, Gender, dan Budaya
PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DAN DAMPAKNYA BAGI PELAKU (STUDI KASUS DI DESA BANJARSARI KECAMATAN BANTARKAWUNG KABUPATEN BREBES) Eka Mardianingsih
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Perkawinan dini atau di bawah umur ternyata masih marak terjadi dalam masyarakat, salah satunya di Desa Banjarsari Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perkawinan di wilayah tersebut yakni faktor pola kekeluargaan yang cenderung menjodohkan anaknya, faktor untuk menghindari fitnah bagi pasangan yang berpacaran. Kebanyakan dari mereka menikah karena faktor dijodohkan kedua orang tuanya dan karena pacaran yang sudah lama yang dari mulai SD atau SMP dan sering bareng sehingga pihak orang tua harus lebih memperhatikan pergaulan anaknya sejak masuk sekolah dasar. Perkawinan dibawah umur di Desa Banjarsari Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes menimbulkan dampak negatif dan positif diantaranya adanya dampak negatif yaitu: Kurangnya pemenuhan kebutuhan tanggung jawab peran suami istri, Istri takut kepada suami jika tidak menjalankan kewajibannya, Kesehatan ibu dan anak, Kurangnya kesiapan menjadi ibu, Istri melayani hubungan seksual karena terpaksa menikah, Istri tertekan dengan sikap suami yang keras selalu mengatur dan sering memukul, sehingga perkawinannya berakhir dengan perceraian, menyesal putus sekolah. Sedangkan dampak positifnya bagi pelaku yang menikah di bawah umur yaitu meringankan beban ekonomi orang tua, menghindari perbuatan zina. Abstract: Early marriages are still rife in the community, for example, it happened in The Village of Banjarsari, The District of Bantarkawung, Brebes Regency. There are several factors that led to the kind of marriage in that region such as familial pattern that tend to match their children and factor to avoid trial for the couple who are dating. Most of them are married because of the arranged marriage of his parents and because of the long courtship that start from primary or junior high school and they often be together so that the parents should pay more attention to child’s association since entering elementary school. Marriage of minors in the village of Banjarsari, District of Bantarkawung, Brebes Regency generate negative and positive impacts. The negative impacts are: Husband and wife give less fulfillment of responsibility of their role, the wife fear her husband if she does not perform her obligations, maternal and child health, the lack of readiness being a mother, wife serves intercourse as forced marriage, wife is depressed by the husband harsh attitude who always set and often beat, so the marriage ended in divorce, regret dropping out of school. While its positive impact on offenders who married underage namely lighten the economic burden of the elderly, to avoid fornication. Kata Kunci: Pernikahan, Bawah Umur, dan Desa Banjarsari
HAK HADANAH TERHADAP ISTRI YANG MURTAD DITINJAU DARI FIKIH DAN HUKUM POSITIF (STUDI ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURWOKERTO NOMOR:1516/PDT.G/2013/PA.PWT) Ida Nur Rohmatin
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Hak asuh anak (hadanah) setelah terjadinya perceraian, merupakan salah satu pembahasan yang memunculkan perbedaan pendapat antar ulama’ dalam hukum Islam. Dalam hal ini, ulama’ Hanafiyah masih memperbolehkan non-Muslim bertindak sebagai h}ad}in tetapi bukanlah orang yang murtad. Karena orang yang murtad, dalam fikih dijelaskan bahwa mereka harus dikurung. Oleh sebab itu mereka tidak berhak untuk bertindak sebagai h}ad}in. dalam hal ini, kalau seorang ayah tidak bisa mencukupi kebutuhan anak, maka anak bisa dilimpahkan kepada keluarga ayahnya yang statusnya beragama Islam. Bukan kepada orang yang beragama non-Muslim. Keputusan hakim yang memperbolehkan hak asuh anak jatuh kepada ibu yang murtad sangatlah bertentangan dengan fikih. Bahwa pemeliharaan anak ditujukan untuk perlindungan dan kesejahteraan anak itu sendiri, sesuai dengan maksud Undang-undang nomor 23 Tahun 2012 tentang perlindungan anak, maka hakim memutuskan bahwa penetapan hak asuh kedua anak tersebut berada pada kekuasaan penggugat. Dalam persidangan, anak tersebut menerangkan akan lebih senang bersama penggugat. Sedangkan tergugat sendiri tidak pernah mempersoalkan kedua anaknya. Maka sesuai ketentuan pasal 105 (2) Kompilasi Hukum Islam, pemegang hak pemeliharaan atas kedua anak tersebut dapat ditetapkan kepada penggugat, selanjutnya sesuai ketentuan pasal 105 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam biaya pemeliharaan ditanggaung oleh ayah (tergugat) sesuai dengan kesanggupannya. Abstract: Custody of children (hadanah) after divorce is one of the discussions that led to differences of opinion among scholars in Islamic law. In this case, the Hanafiyah scholars still allow non-Muslims to act as ad} h} in but not the apostate. Because apostates, as explained in fiqh, should be locked up. Therefore, they are not entitled to act as an ad} h} in. In this case, if a father can not meet the needs of the child, then the child can be transferred to his father's family whose status is Muslim. Not to those who are non-Muslims. The judge's decision allowing child custody falls to the mother apostate is contrary to jurisprudence. That child maintenance is intended for the protection and welfare of children themselves, in accordance with the intent of Act No. 23 of 2012 on the protection of children, the judge decided that the determination of custody of both children are in power plaintiff. In the trial, the child explains that he will be happy to joint plaintiffs. While the defendant himself never questioned her two children. So according to the provisions of Article 105 (2) Compilation of Islamic Law, the holder of custody of the two children can be assigned to the plaintiff, then in accordance with article 105 paragraph (3) Compilation of Islamic Law maintenance costs borne by the father (defendant) in accordance with its ability. Kata Kunci: Hadanah, Murtad, Fikih, dan Hukum Positif.
HAK USIA PERKAWINAN BAGI PEREMPUAN (PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN GENDER) Shafiyullah Shafiyullah
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (723.403 KB)

Abstract

Abstrak: Pernikahan, pada satu sisi sangat diharapkan oleh setiap pasangan, namun pada sisi lain juga tidak diharapkan oleh keduanya atau salah satunya, karena alasan usia yang belum matang. Pada posisi seperti ini, keinginan perempuan untuk menginginkan pernikahan di usia matang, tidak cukup kuat karena beberapa faktor eksternal, khususnya keluarga. Hal ini muncul akibat posisi perempuan selalu saja dipahami sebagai subordinat, sehingga apapun masalahnya, keputusan dan keinginannya tidak dapat diputuskan sendiri.. Fenomena seperti ini sudah lama terjadi di masyarakat muslim, khususnya di Indonesia, di mana banyak keluarga muslim di pedesaan menginginkan anak perempuannya segera menikah, walaupun usianya terbilang masih sangat muda. Pada kenyataan ini, tentunya perlu adanya rekonstruksi hukum terkait hak usia nikah bagi perempuan, khususnya ditinjau melalui pendekatan gender. Abstract: Marriage, on one hand is expected by every partner, but on the other hand it is also not expected by both or one of them, for reasons of immature age. In this position, the desire for women who wants a wedding at a mature age is not strong enough due to some external factors, especially the family. This arises as a result of the position of women is always understood as a subordinate, so whatever the problem, the decision and desire cannot be decided by her. This phenomenon has long occurred in the Muslim community, especially in Indonesia, where many Muslim families in the countryside wants her daughter soon married, although she was fairly still very young. On this fact, of course, it needs a reconstruction related to legal age of marriage for women's rights, particularly in terms of gender approach. Kata Kunci: Kedewasaan, Usia Nikah, dan Gender.

Page 1 of 1 | Total Record : 8